Director:
Tetsuya NakashimaQuality: DvDrip
8 wins & 14 nominations
Masa anak-anak dan remaja sepatutnya diliputi dengan bermain, bersosialisasi, dan belajar mengenal dunia nyata. Kesalahan yang dilakukan mereka adalah bagian dari proses pembelajaran, sehingga tidak sepantasnya dihukum keras yang hanya akan mengganggu proses pertumbuhan mental mereka. Atau setidaknya itulah yang
dipikirkan pemerintah Jepang pada tahun 1949, ketika mereka meloloskan undang-undang hukum di bawah umur (juvenile law) yang menekankan rehabilitasi dibanding hukuman penjara untuk anak di bawah 16 tahun (14 setelah direvisi) agar mereka dapat belajar dari kesalahannya. Tetapi, setelah tingkat kasus pembunuhan psikopatik yang dilakukan anak praremaja di negara tersebut semakin meningkat terutama di awal tahun 2000-an, masihkah peraturan itu relevan untuk diterapkan? Banyak pihak yang mendebat kegunaan peraturan tersebut, namun setelah batas umur diturunkan menjadi 14 tahun pun, sejumlah kasus masih terjadi. Di luar perdebatan para pakar hukum dan masyarakat luas, seorang Jepang lainnya memutuskan untuk menulis dan menyutradarai film tentang peraturan tersebut.
Berikan pria bernama Tetsuya Nakashima tersebut sebuah kamera video berkecepatan tinggi, dan ia akan menghasilkan salah satu adegan pembuka film paling menarik selama beberapa tahun terakhir. Dalam karya terbarunya Confessions (Kokuhaku), Nakashima menggunakan teknik gerak lambat (slow motion) dengan sangat apik, dengan hasil sebuah adegan pembuka sangat panjang berdurasi 30 menit yang pantas untuk dijadikan film pendek tersendiri: Seorang guru SMP bernama Yuko Moriguchi (Takako Matsu), mengumumkan di depan kelasnya bahwa ia akan mengundurkan diri dari sekolah tersebut. Ia menyampaikan bahwa alasannya pergi adalah karena putrinya yang masih kecil ditemukan tewas tenggelam belum lama ini, dan dua orang siswa di kelas tersebut merupakan pembunuhnya. Melalui berbagai kilas balik yang diselipkan dalam cerita sang guru, seisi kelas mulai menyadari siapa ‘Murid A’ dan ‘Murid B’ yang dimaksud, dan dengan langkah terakhir yang mengejutkan, ia keluar dari sekolah tersebut dan mengakhiri monolog 30 menitnya, hanya untuk memulai sebuah kisah misteri bernuansa suram yang seolah tanpa akhir.
Penceritaan lebih lanjut hanya akan mengurangi kenikmatan menonton sebuah film misteri-suspense-thriller, dan memang cukup sekian yang perlu diketahui tentang Confessions, bagian plot yang diungkapkan berikutnya adalah sekedar aspek yang terkait ulasan dari film. Dengan cerita seorang pemuda brilian dengan mental terganggu ala Death Note dan penuansaan kelam bernada kelabu serupa Se7en dan Biutiful, Confessions adalah film yang mumpuni dalam menyampaikan cerita dengan gaya, bahkan hingga melewati batas proporsional. Masakazu Ato yang mengatur sinematografi film ini memasukkan lebih banyak adegan lambat dari tayangan National Geographic tentang balistik senapan, mulai dari adegan murid-murid yang ramai di kelas hingga piring yang dilempar ke luar jendela. Setidaknya, Nakashima berhasil membuktikan bahwa secara teknis film Asia pun tidak kalah dengan efek visual jutaan dolar milik Hollywood. Sebagai penyempurna film, Confessions memiliki berbagai soundtrack yang sangat memukau dari segi musik, termasuk lagu-lagu dari band drone/shoegaze Jepang Boris dan panutan indie terkemuka Amerika Radiohead dan The xx.
Peraturan hukum anak di bawah umur tersebut memang hanya tema, karena apa yang dilingkupi Confessions adalah sebuah kisah tentang kondisi psikologis anak di Jepang — dan warga Jepang secara keseluruhan. Menonton film ini adalah mendapatkan impresi tentang bagaimana Jepang adalah sebuah negara dengan norma sosial yang aneh dan cenderung merusak, meski di dalam kepala-kepala tersebut terdapat otak cemerlang yang telah menghasilkan berbagai terobosan yang memajukan dunia. Dari anak jenius yang mencari perhatian, anak biasa yang goyah mentalnya karena melakukan perbuatan keji, ibu yang stres sejak anaknya mengalami kegoyahan mental, orang dewasa yang menuntut balas di balik senyum polosnya, semuanya adalah cerminan manusia yang kurang mendapatkan kasih sayang orang di sekitarnya karena terfokusnya orang-orang Jepang kepada prestasi dan pekerjaan yang mereka tekuni. Semuanya ini tercermin dalam adegan demi adegan Confessions, yang sangat atraktif dalam standar Jepang, namun menimbulkan berbagai reaksi ketika ditonton ribuan mata kultur Barat dan Timur lainnya.
---------------------------------------------------------------------------------------
Download:
Confessions 2010 JAP DVDRip x264 AC3-BAUM | Subtitle Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar